Pergaulan anak muda zaman sekarang semakin bebas dan semakin menjauhi nilai etika dan tentu saja nilai kekristenan khususnya. Masih banyak anak-anak muda yang memiliki paradigma yang salah atau mungkin kurang tepat tentang pacaran dan pernikahan yang kudus di dalam Tuhan. Hal tersebut mengakibatkan tingkat penyesalan saat berpacaran semakin tinggi, atau bahkan saat menikah. Makanya tak heran apabila dewasa ini perceraian dalam rumah tangga yang disebabkan oleh ketidakcocokan antara suami dengan istri yang umumnya dimulai lewat hal-hal yang kecil sangat marak dan sudah dianggap sebagai fenomena yang wajar.
Sudah tentu, kehidupan pernikahan selalu diawali oleh hubungan penjajakan dahulu, yang biasanya kita kenal dengan nama “hubungan berpacaran”. Namun sayangnya, trend anak muda zaman sekarang hanya menilai bahwa pacaran hanya untuk mencoba apakah cocok atau tidak, hanya untuk senang-senang (sehingga saat ada masalah datang, langsung begitu saja memutuskan hubungan), hanya untuk supaya dianggap dewasa oleh teman-temannya, hanya untuk menaikkan gengsi. Padahal pengertian dari hubungan berpacaran tidak hanya sesempit itu saja.
Berpacaran merupakan hubungan yang kudus, yang dekat, dan terbuka dengan batasan-batasan yang jelas dan komitmen yang kuat untuk bersiap ke langkah selanjutnya, yaitu pernikahan. Oleh karena tujuan berpacaran merupakan sesuatu yang serius dan penting, maka hendaknya kita sebagai anak muda menghargai hal tersebut dengan menjaga hati agar selalu menyiapkan diri dan tidak usah merasa harus terburu-buru untuk memulai hubungan berpacaran, karena semuanya sudah Tuhan Yesus rancangkan indah pada waktuNya.
Pernikahan yang kudus tentunya harus dimulai dari pacaran yang kudus pula. Dan hendaknya, sebelum berpacaran kita sebagai anak muda, jangan sembarang ambil langkah, dengarkanlah suara Tuhan tentang kehendakNya atas kita untuk menikah atau tetap single, dan tentang siapa pasangan hidup kita sambil tetap berteman dengan banyak orang (tidak hanya fokus dengan pasangan hidup saja) dan apabila sudah mantap, lalu melangkahlah dalam tahap selanjutnya dalam pertemanan. Tentu lebih baik apabila kita berpacaran dengan orang yang sudah kita kenal sebelumnya daripada pacaran dengan orang yang kita belum tahu sama sekali luar dan dalamnya dan langsung berpacaran lalu mengenal kepribadian (kecuali kita memang berkeinginan untuk berganti-ganti pacar untuk memilih yang terbaik). Prinsip ini hanya untuk orang-orang yang mau serius dalam berpacaran untuk menikah, oleh karena itu, dalam masa single kita, bertemanlah dengan banyak orang, sehingga kita dapat mengerti bagaimana kepribadian teman-teman lawan jenis kita dalam berbagai karakter mereka, sehingga seiring berjalannya waktu tanpa sadar kita telah berproses untuk menghadapi kesulitan-kesulitan untuk mengerti dan memahami lawan jenis kita dan akhirnya nanti saat berpacaran, kita sudah mengerti dan tidak kaget lagi dalam mengenal lebih lanjut tentang pasangan kita.
Tahap-tahap dalam pertemanan hingga pacaran dimulai dari pertemanan yang biasa saja, yang belajar menghargai dan saling perhatian sebagai sesama teman, namun masih dalam area “memilih”. Kemudian apabila muncul rasa ketertarikan yang spesifik, berlanjutlah ke area “menerima”, disini kedua teman ini sudah belajar memberi dan juga berelasi dengan membuka diri. Apabila di tahap saling memberi sudah ada kecocokan, maka area selanjutnya ialah “memaknai” dimana tiap orang sudah saling belajar mengampuni dan mengetahui tanggung jawab dan perannya sebagai teman dekat yang sudah tahu saling menyayangi satu sama lain namun dengan hubungan yang jelas dan sehat (bukan hanya ketertarikan fisik). Dan saat sudah mantap untuk menjalin hubungan berpacaran dengan mengembangkan kasih yang agape dan saling belajar membagi hidup, itulah area “melayani” dimana masing-masing sudah berani berkomitmen. Hendaknya kita menjadikan pacaran sebagai hubungan yang sangat penting dan patut dihargai, karena pacaran ialah panggilan untuk kekudusan, untuk sebuah tujuan, dan untuk sebuah kesatuan cinta. Dan karena pacaran adalah persiapan untuk pernikahan kita, mengapa kita tidak mau tetap setia menunggu sampai saat yang tepat (tidak terburu-buru)?
No comments:
Post a Comment