Friday, July 2, 2010

UJIAN CINTA SEJATI

Letnan John Blanchard sedang berada di Grand Central Station, New York City, dan ia memandangi jam besar yang ada di situ. Jam menunjukkan pukul enam kuarang lima menit. Jantungnya berpacu. Tepat pukul enam ia akan bertemu dengan seorang gads yang menurutnya ia cintai,tetapi belum pernah bertemu. Berikut kisahnya…
Ia berada di florida untuk mengikuti pelatihan pilot selama Perang Dunia 2. Selama ia disana, ia sempat mengunjungi perpusatakaan dan membaca sebuah buku. Ketika ia membolak-balik halaman buki itu, ia memerhatikan bahwa seseorang telah membuat catatan di tepi halamannya. Saat membaca pengamatan yang cerdas dalam tulisan tangan yang indah itu, ia berkata dalam hati :” aku ingin sekali menemui siapapun yang telah menulis catatan2 ini, kelihatannya ia begitu baik, lembut, dan bijaksana.
Ia melihat sampul depan buku itu dan melihat sebuah nama : Hollis Maynell, New York City. Ia memutuskan untuk mencoba mencarinya. Dengan bantuan buku telepon New York city, ia menemukan alamat perempuan itu dan menulis surat padanya. Sehari setelah ditulisnya surat itu, ia berlayar ke seberang lautan untuk berperang.
Sungguh tak disangka, Hollis membalas surat John. Mereka pun mulai saling berkirim surat selama perang berlangsung. “Surat-surat yang dikirimkan gadis itu persis seperti catatan-catatan luar biasa yang ditulisnya dalam buku itu.” Kenang John. “Ia sungguh penuh penghiburan dan pertolongan.”
Suatu kali dalam sepucuk suratnya, John mengaku ketakutan setengah mati ketika ia dan pasukannya terbang ke Jerman. Hollis memberinya semangat, “semua pria pemberani sesekali merasa takut. Lain kali saat kamu merasa takut, katakan saja, ‘Hmm, meskipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tak takut bahaya, karena Engkau besertaku.’.”
Mereka terus saling berkirim surat, dan John mulai menyadari bahwa ia mulai jatuh cinta kepada Hollis. Ia menulis, “kirimi aku fotomu,” dan gadis itu menjawab, “Tidak, aku tidak mau. Suatu hubungan tidak dibangun dari penampilan semata.”
Namun John masih saja penasaran dan ingin sekali bertemu dengannya. Akhirnya tibalah hari untuk pulang ke Amerika. Dalam salah satu suratnya,ia berkata bahwa ia sedang dalam perjalanan pulang dan ingin mengajak Hollis makan malam. Hollis mengatur pertemuannya dengan John di Grand Central Station, New York City, pukul 18.00, di bawah jam besar. “Aku akan memakai mawar merah suapaya kamu mengenaliku,” katanya.
Akhirnya tibalah hari itu. John menunggu dengan gugup karena akhirnya sebentar lagi ia bisa bertemu dengan gadis yang menurutnya ia cintai. John menggambarkan pertemuan pertamanya dengan Hollis Maynell demikian: Seorang wanita muda berjalan menghampiriku, sosoknya tinggi dan langsing. Rambut pirang ikalnya tergerai di balik telinganya yang lembut. Matanya sebiru bunga. Bibir dan dagunya lembu tetapi tegas, dan dalam balutan setelan berwarna hijau pucat, ia kelihatan seperti musim semi yang begitu hidup!
Dengan girang aku mulai berjalan menyambutnya, tanpa menyadari kalau ia tidak memakai mawar merah. Saat aku mendekatinya, ia memerhatikanku. Senyum kecil yang mengundang tersungging di bibirnya.
“Kamu ingin menemuiku, prajurit?” tanyanya malu-malu. Ketika aku mengayunkan satu langkah mendekat ke arahnhya, saat itulah aku melihat …. Hollis Maynell dengan mawar merah tersemat di mantelnya, tepat di belakang gadis berambut hijau itu. Aku kecewa. Usia wanita itu sepertinya lebih dari 40tahun. Tubuhnya bulat. Rambut kelabunya menyembul dari topi usangnya. Pergelangan kakinya yang gemuk dijejalkan di sepatunya yang berhak rendah. Gadis bermantel hijau itu berjalan menjauh dengan cepat. Aku harus membuat pilihan. Apakah sebaiknya aku membuntuti gadis cantik yang baru saja berbicara padaku? Atau, aku tetap tinggal dan menghadapi Hollis Maynell yang malang?
Aku membuat keputusan tanpa ragu sedikit pun. Aku membalikkan tubuh mengahadap ke wanita itu, dan tersenyum. Bahkan, saat aku mulai berbicara, aku merasa dicekik oleh kekecewaan yang pahit. “Anda pasti Miss Maynell,” sapaku sambil mengulurkan tangan. “Senang sekali Anda dapat menemui saya. Maukah anda makan malam bersama saya?”
Wajah wanita yang lebih tua itu melebar membentuk senyuman. “Aku tidak tahu, apa maksud semua ini, Nak,” sahutnya, “tetapi kau tahu perempuan bermantel hijau yang baru saja pergi itu? Aku bertemu dengannya di kereta, dan ia memohon kepadaku untuk mengenakan mawar ini di mantelku. Ia berkata padaku jika kamu ingin mengajakku makan malam, ia ingin aku memberitahumu bahwa ia sedang menunggumu di resoran besar di seberang jalan itu. Katanya ini semacam tes."


dikutip dari buku When God Writes Your Love Story-Eric and Leslie Ludy

2 comments:

Anonymous said...

romantis..

^^Yen said...

@ anonymous: iya.. keren lho ini bukunya,,, boleh juga dibaca... aku dapat ceritanya dari buku itu. When God writes your Love Story. =)

Gbu